Tidak dipungkiri lagi, menulis (tulisan ilmiah) bagi mahasiswa S1 merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, minimal menyita waktu, khususnya bila tulisan ilmiah tersebut dievaluasi dan dipresentasikan.
Bentuk tulisan ilmiah yang secara formal dievaluasi dan dipresentasikan dalam penilaiannya di Jurusan Teknik Sipil UPH adalah membuat LAPORAN KERJA PRAKTEK (setelah minimal terkumpul 100 sks) dan SKRIPSI / LAPORAN TUGAS AKHIR MAGANG atau yang sejenisnya, yang menjadi syarat memperoleh gelar sarjana di level S1.
Laporan kerja praktek relatif tidak menjadi masalah karena tujuan utama adalah untuk melihat pengalaman mahasiswa peserta dalam mendapatkan wawasan bidang nyata di dunia konstruksi di luar kelas. Enaknya lagi yaitu di Jurusan kami bahwa pembuatan laporan kerja praktek tersebut dapat dikerjakan kelompok (maksimum dua orang). Kebetulan saya ditugaskan sebagai pembimbing kerja praktek.
**tentang mengerjakan berkelompok**
Dengan mengerjakan secara berkelompok tersebut, tentunya tidak bisa diketahui apakah tulisan tersebut dikerjakan bersama-sama atau hanya seorang saja yang aktif , sedang yang lainnya pasif. Tetapi karena penilaiannya adalah didasarkan pada presentasi dan tanya jawab secara oral (langsung), dimana laporan tertulis itu dijadikan dasar pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, maka dapat diketahui: mana dari mahasiswa tersebut yang aktif atau pasif atau bahkan tidak melakukan kerja praktek sama sekali (berbohong). Prakteknya di UPH, sudah ada mahasiswa yang digagalkan karena dari presentasi oral dapat diketahui bahwa ternyata mahasiswa tersebut tidak melaksanakan kerja praktek yang sebenarnya (sudah ada dua orang), lalu yang mengulang karena meskipun sudah melakukan kerja praktek, tetapi ternyata tidak memahami apa-apa yang ada di tempat kerja prakteknya (ada dua orang juga).
SKRIPSI (dan tugas akhir lainnya ) relatif lebih susah karena harus dikerjakan mandiri, tentunya dibantu oleh pembimbing skripsi yang bebas dipilih oleh mahasiswa (bila disetujui).
Dalam praktek, pembuatan skripsi adalah momok karena menyita waktu dan perhatian dari mahasiswa dalam membuatnya, selain itu juga kadang-kadang dijumpai bahwa meskipun dikerjakan cukup lama (berbulan-bulan) tapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Kadang perlu 1 semester atau 2 semester atau bahkan lebih, dan jika lebih terpaksa ganti judul dan ganti pembimbing. Jelas dengan pertambahan waktu tersebut biaya yang dikeluarkan mahasiswa menjadi berlipat-lipat. Kasihan orang-tuanya.
Karena dianggap sebagai penghambat kelulusan maka ada beberapa universitas (program studi) mencoba menghilangkannya dan mengganti dengan tugas-tugas di kelas. Jika anda menemukan kondisi seperti itu, coba amati : pasti jumlah muridnya banyak, mereka (yg membuat kebijaksanaan skripsi dihapus) sebenarnya kesulitan cari dosen pembimbing. Skripsi jadi lama, atau mutunya jadi dipertanyakan. Takut dianggap lulusannya sedikit maka skripsi dihapus. Jadi orientasi penyelenggaranya hanya berpikir jumlah kelulusan meningkat, tapi mutu dipertanyakan.
kemampuan seseorang dalam menuangkan gagasan secara tertulis merupakan representasi dari kualitas intelektualnya, karena melalui tulisan atau karya tulis (dalam bentuk apapun) seseorang mewujudkan pikirannya. … Dari tulisan memang akan kelihatan logika berpikir seorang. Apakah subjek, predikat dan objeknya jelas, atau kalimatnya kacau. Dengan menulis, seseorang belajar berpikir secara eksak dan padat. (Dedi Supriadi 1997)
Kesulitan membuat skripsi juga dirasakan penulis sewaktu menjadi mahasiswa. Jika mau mengingat kembali, maka lamanya waktu studi dulu adalah akibat penulisan tugas akhir, baik sewaktu jadi mahasiswa S1 di UGM maupun mahasiswa S2 di UI. Bahkan pada saat-saat awal jadi dosenpun kadang masih susah untuk mengevaluasi tulisan skripsi mahasiswa. Khususnya untuk menentukan apakah tulisannya baik atau buruk. Paling-paling dilihat tampilannya, formatnya atau bila ketemu kesalahan dalam ejaan atau kalimat.
Tetapi dengan berjalannya waktu, setelah cukup banyak mencoba untuk meneliti, menulis dan menerbitkan buku, akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sebenarnya menulis (baik skripsi atau lainnya) adalah relatif mudah jika sudah tahu tip-tip yang penting.
Langkah-langkah atau tips penting yang dimaksud adalah :
1. Mampu melihat dan memilih masalah yang akan ditulis. Ini merupakan hal yang paling penting dari suatu SKRIPSI dan membedakan dengan menulis pada umumnya. Bagaimanapun skripsi adalah suatu bentuk karya tulis ilmiah yang mana mahasiswa diharapkan dapat berpikir ilmiah dengan membuat suatu penelitian sebagai objeknya. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah hal-hal yang akan sampaikan berikut.
2. “APA” masalahnya tersebut, darimana anda mengetahui bahwa itu menjadi suatu masalah. Jika informasi tersebut diperoleh dari suatu studi pustaka berdasarkan jurnal-jurnal canggih up-to-dated maka tentunya lebih mudah meyakinkan orang lain bahwa masalah tersebut cukup baik untuk dibahas. Tetapi jika hasil pemahaman subyektif atau hasil pengamatan empiris pribadi belaka maka tentunya perlu data-data pendukung yang dibuat yang lebih banyak sehingga orang dapat yakin bahwa itu memang masalah yang patut dibahas (kerja lebih banyak).
3. “MENGAPA” anda memilih masalah tersebut, karena dosen pembimbingnya yang memilihkannya, atau karena anda menyukai bidang dimana masalah tersebut berada, tentu akan membedakan strategi anda mengerjakan tugas SKRIPSI tersebut. Sebaiknya usahakan anda memilih karena anda memang menyenangi bidang dimana masalah tersebut ada. Untuk itu, apakah anda menguasai persoalan atau tidak itu tidak menjadi masalah. Jika anda menguasai persoalan , misalnya tentang pemrograman, maka tentu akan mempermudah anda menyelesaikan tugas itu. Tapi jika tidak, maka itu merupakan kesempatan berharga anda untuk mendapatknowledge yang lain (mendapat ilmu baru), meskipun itu perlu ekstra tenaga.
Ngelmu iku kelakone kanthi laku.
( indonesianya : menguasai ilmu itu perlu usaha keras, ingat cerita silat jawa: perlu bertapa dihutan-hutan atau di tempuran sungai agar digdaya ).
Jika anda tidak tahu apa-apa (netral terhadap masalah tersebut) maka usahakan bahwa masalah tersebut dipahami oleh dosen pembimbing. Jika masalah itu yang memberi adalah dosen, maka diharapkan dosen tersebut juga tahu bagaimana dengan masalah tersebut. Jika benar-benar nggak tahu tentang masalah yang akan dipilih, maka pilihlah dosen pembimbing yang anda tahu kemampuannya, yang anda anggap dapat membimbing anda (anda punya respek terhadap dia).
4. “BAGAIMANA” masalah tersebut akan dapat diselesaikan, ini tentu memperkirakan ilmu-ilmu apa yang diperlukan untuk memecahkan massalah tersebut. Bisa melihat publikasi sebelumnya. Apakah untuk itu perlu uji eksperimental, penyelesaian parametris atau pemrograman atau yang lain. Kira-kira anda mempunyai keyakinan mampu atau tidak dengan itu. Itu konsekuensinya biaya dan waktu lho.
5. “BILAMANA” masalah tersebut terpecahkan , apa yang kira-kira anda dapatkan. Bila anda tahu apa yang dapat anda berikan jika masalah tersebut terselesaikan maka ini mendukung kepercayaan diri bahwa solusi dari SKRIPSI ini akan berharga. Bahkan kalau PD maka dapat diinformasikan ke teman-teman lain, misal ke seminar dsb. Menambah kepercayaan diri, juga nilai tambah jika membuat lamaran kerja.
6. Mampu memformulasikan MASALAH yang dipilih. Jika telah mempunyai alasan yang kuat tentang suatu masalah maka untuk realitas kerjanya maka usahakan masalah tersebut diformulasikan dalam bentuk tulisan pendek. Dalam hal ini dalam bentuk ABSTRAK. Kaget ya ? . Khan biasanya bikin abstract jika tulisan sudah selesai, itu jika abstract diterjemahkan sebagai rangkuman. Lha inilah bedanya, pengalaman dulu yang mengatakan bahwa abstrak dibuat setelah selesai dikerjakan, itu SALAH. Jika kondisinya demikian maka pengerjaan skripsi anda belum berbentuk, bisa liar, bisa kesana-kemari, tidak jelas, bisa lama. Kenapa ? Karena spesifikasinya belum ada (belum jelas/samar). Dengan membuat ABSTRACT terlebih dahulu maka anda sudah berusaha memfokuskan pikiran ke masalah tersebut yaitu dengan menuliskannya. Apa abstract tersebut kaku, ya enggak. Rubah-sedikit-sedikit ya nggak apa, tetapi dengan membuat abstract, kita tahu : o000 ada perubahan, mengapa, tentunya agar lebih baik lagi. TERKENDALI.
7. Dalam membuat abstrak tersebut, perlu untuk membagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu tahapan INTRO: yaitu mengenalkan masalah, apa, mengapa, dan batasan-batasannya (nanti jadi BAB 1 dan BAB2); tahapan PROGRES: yaitu tentang bagaimana masalah tersebut dicoba dipecahkan, termasuk juga pembahasannya (nanti jadi BAB 3 dan BAB4); dan tahapan KESIMPULAN tentang bilamana masalah dapat terpecahkan (nanti jadi BAB5).
8. Evaluasi ABSTRACT bersama dosen pembimbing. Apakah abstract sudah menggigit. Bila perlu bisa juga dimasukkan ke seminar atau minta pendapat orang lain yang kritis. Tangkap masukan yang diberikan, evaluasi atau diskusikan dengan dosen. Jika mantap maka dapat dilanjutkan. Ingat, mutu tidaknya suatu hasil penelitian (skripsi) dapat dengan mudah dibaca dari abstract-nya. Jika abstract-nya nggak ada isi-nya maka kecil kemungkinan materi skripsi yang utama juga dibaca, paling-paling disimpan digudang. Tidak membanggakan untuk ditunjukkan orang lain. Tetapi abstract yang hebat kadang-kadang bisa mengecoh.
9. Jika abstract sudah OK. Bisa dilanjutkan.
10. Jika anda sudah tahu apa masalah anda, mengapa anda memilih masalah tersebut, batasan-batasan masalah yang dipilih dan strategi penyelesaian yang akan dikerjakan maka tentunya hal itu dapat dituangkan dalam BAB 1. Penulisan BAB1 sangat penting karena menentukan luasan atau cakupan yang didiskusikan dalam bab-bab selanjutnya. Bab1 merupakan pengikat, pedoman kerja untuk bab-bab berikutnya. Jangan biasakan meniru BAB1 orang lain, belum tentu cocok. Jadi intinya Bab1 adalah pedoman kerja untuk penulisan bab-bab selanjutnya.
11. Untuk dapat mengerjakan skripsi sesuai dengan BAGAIMANA menyelesaikan masalah tersebut, tentu anda harus tahu lebih dahulubagaimana strategi orang lain menangani atau bertindak terhadap masalah tersebut. Ini dapat diketahui dengan melakukan studi pustaka (BAB2), mereview publikasi orang lain dari jurnal-jurnal atau yang lainnya. Usahakan pakailah acuan jurnal-jurnal terkini(menurut salah satu profesor saya, gunakan jurnal dalam lima tahun terakhir). Tetapi bisa juga anda mengutip suatu karya yang pernah diterbitkan ratusan tahun yang lalu jika karya tersebut memang karya monumental di bidangnya. Sekali lagi, usahakan yang dijadikan referensi adalah jurnal ilmiah, bila terpaksa, baru textbooks.
Referensi dalam suatu penelitian and publikasi juga dapat menjadi indikasi kehebatan dari materi yang diteliti dan ditulis tersebut.
Jangan gunakan diktat kuliah sebagai referensi, karena kalau hanya diktat kuliah kayaknya kurang berbobot (kecuali yang telah dipublikasikan ke luar), jika hanya sekedar diktat copy-an sebaiknya hindari saja. Kecuali jika diktat itu diberikan oleh dosen yang terkenal pakar pada bidang yang dimaksud dan merupakan problem yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. **tetapi hati-hati, karena umumnya : dosen-dosen umumnya menyakinkan didepan kelasnya, tetapi kalau ketemu teman-teman sejawat-nya mejen **tak berkutik/pasif** Pengalaman menunjukkan bahwa diktat-diktat seperti itu di Indonesia hanya dibuat dari copy-and-paste aja. **kadang nggak bermutu**. Sorry nggak semua, tetapi kalau bisa cari rujukan yang dipublikasikan resmi.
12. Dengan memahami publikasi-publikasi yang ada tentang masalah yang dibahas tentunya dapat diambil suatu kesimpulan atau dugaan, apa-apa saja yang telah dilakukan orang.
Selanjutnya kembali ke persyaratan pembuatan skripsi (level S1) tentunya bobotnya berbeda dengan tesis (level S2) atau disertasi (level S3). Pada level S1 tidak diperlukan suatu tingkat penelitian yang orisinil seperti halnya disertasi atau kedalaman seperti level S2. Menurut pemahaman penulis : pada level S1 , mahasiswa cukup diminta belajar memahami permasalahan, mengerti alasan mengapa permasalahan tersebut perlu dibahas, mengetahui tindakan orang lain tentang masalah tersebut termasuk tahu sisi baik dan buruknya masing-masing dan dapat menerapkannya pada kasus lokal (studi kasus) serta menarik kesimpulan dari tindakan yang dikerjakannya.
Jika laporannya (skripsinya) dapat dibaca dan memperlihatkan alur logika-logika seperti di atas maka mahasiswa tersebut mestinya sudah pantas lulus level S1. Proses tersebut mencakup bab 3 – sampai bab akhir.
Pada dasarnya penulisan skripsi yang paling sulit adalah pada cara memulainya, jika sudah sampai langkah ke-10 diatas maka penulisan dapat berkembang sangat cepat, dan bab-babnya bisa berkembang. Hanya ingat bahwa bab dibatasi pada suatu tahapan yang bisa mandiri, dan ingat bahwa setiap bab satu dengan yang lainnya harus ada benang merah yang menghubungkannya (terkait).
Urutan-urutan bab, yaitu pada awal adalah intro, berkembang pada progress dan diakhiri dengan kesimpulan. Kesimpulan penting sekali, itu menunjukkan apakah penulis (mahasiswa) memahami apa yang dikerjakannya atau tidak, tergantung dari kesimpulan yang diberikan. Kesimpulan harus suatu yang spesifik tentang masalah tersebut. Apa yang terjadi , juga dengan kesimpulan dapat diketahui bahwa tulisan tersebut berguna atau tidak, bisa dilihat dari kesimpulan yang diberikan.
Ingat dalam pembuatan skripsi, ketebalan tulisan tidak bisa menjadiukuran apakah itu berbobot atau tidak. Suatu skripsi yang tipispun jika memenuhi konsep-konsep di atas bahkan kalau dikemas dengan baik itu dapat menarik untuk dipresentasikan diforum ilmiah yang lebih luas, dan dapat dibanggakan.
O ya, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan menurut saya adalah :
? Tampilan adalah nomer satu, isi baru ke dua. Jangan dibalik dan dibandingkan dengan manusia. Pengalaman menunjukkan bahwa bila tampilan (format) suatu tulisan tidak diperhatikan (jelek) maka isinya kemungkinan besar juga tidak akan dibaca. Dalam hal seperti itu, dosen penguji akan melihat-lihat lebih banyak tulisan anda, dan ada kemungkinan menemukan suatu kesalahan dari tulisan anda.
? Pastikan format yang digunakan sesuai dengan petunjuk dari Institusi (ini penting), berapa margin kiri-atas dsb, ukuran font, jumlah spasis pada baris, dsb-nya. Format yang baik kadang-kadang dapat mengecoh dosen penguji yang malas, sehingga ada kemungkinan tidak akan ketemu kesalahan yang ada (bila ada). Sehingga waktu di uji **selamat**.
? Tentang ISI. Kualitas kadang-kadang bersifat relatif. Tergantung dosen dsb. Tetapi yang jelas dan langsung bisa dinilai adalah KONSISTENSI. Suatu tulisan harus konsisten, antara satu bagian dan bagian yang lain dalam skripsi tersebut. Jika tidak konsisten, maka itu dapat dijadikan modal untuk menguji materi skripsi tersebut. Pendapat anda saling di adu sendiri.
? Tulislah APA-APA YANG DIKUASAI saja. Jika ada hal-hal yang tidak diketahui (meski sudah usaha kesana-kemari) maka usahakan bagian tersebut dihilangkan (itu jika tidak mempengaruhi bagian-bagian lain). Jika tidak bisa maka usahakan hal tersebut di luar cakupan masalah yang diteliti. Ini penting. Ingat sebagai penulis maka seharusnya penulis menguasai tulisan yang dibuatnya. O ya, penting juga untuk mencari alasan yang bagus mengapa anda tidak perlu membahas hal tersebut (persiapan bila ada dosen yang kritis yang tahu tentang itu, tapi ini jarang terjadi, ya siapa tahu.)
? Semua tabel harus ada judul tabel dan nomer tabel, semua gambar harus ada judul gambar dan nomer gambar. Konsisten baik font dan nomernya dikeseluruhan laporan. O ya, gambar yang ditampilkan pada bagian dalam tulisan hanya yang mendukung ulasan / tulisan pada bagian itu. Jika sifatnya umum dan ukurannya besar maka sebaiknya di tampilan pada lampiran.
? Daftar Pustaka harus ada, ciri-ciri tulisan ilmiah adalah adanya acuan pustaka, dan penting yang harus diperhatikan bahwa yang dicantumkan pada Daftar Pustaka adalah yang diacu saja. Jangan sekedar nampang. Bagi orang awam memang kelihatannya keren, tulisannya didukung jurnal-jurnal ilmiah hebat, tapi bagi yang ngerti : apa-apaan ini, koq semuanya dicantumin, pasti penulisnya nggak baca dan tulisannya biasanya nggak berbobot (nggak tahu apa yang dituliskan, jadi biar tebal sembarangan nulis aja). Dosen penguji (yg tahu) cenderung ingin membuat pertanyaan menguji, “apa bener mahasiswa ini membaca pustak yang tercantum tersebut”. Hati-hati.
? Yang terakhir, jangan segan-segan untuk membaca ulang, prinsipnya semakin banyak anda membaca ulang maka semakin kecil kemungkinan kesalahan akan timbul.
Apabila mungkin, biarkan draf anda agak sehari atau dua hari sebelum merevisinya. Hal ini akan memberi jarak mental anda dengan karya sehingga kemudian anda kembali dengan prespektif baru yang berbeda dan lebih segar. Saat itu anda bukan lagi pribadi yang sama dengan ketika anda menulis draf pertama. (Atmazaki 2006)
Selain itu dengan semakin banyak membaca ulang skripsi anda maka anda semakin memahami masalah tersebut (sebagai modal nanti waktu presentasi oral).
? Ketidak-mauan membaca ulang makalah anda menunjukkan bahwa anda belum mantap dengan karya tulis yang anda buat, ada ‘sesuatu’ dengan tulisan anda. Jika anda sendiri tidak mantap terhadap karya anda. Bagaimana orang lain bisa mantap. Itu prinsip menulis yang baik.
0 komentar:
:k1 :k2 :k3 :k4 :k5 :k6 :k7 :k8 :k9 :a1 :a2 :a3 :a4 :a5 :a6 :a7 :a8 :a9 .
Posting Komentar
BUDAYAKAN KOMENTAR YANG BERMUTU!!